Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali mengalami pelemahan pada perdagangan hari ini, Kamis (26/9), ditutup menurun sebesar 63 poin atau 0,42 persen menjadi Rp15.165 per dolar AS dari posisi sebelumnya Rp15.102 per dolar AS. Pelemahan ini terjadi seiring dengan sentimen pasar yang menunggu rilis data ekonomi terbaru dari Amerika Serikat, yang diperkirakan akan memberikan dampak signifikan pada kondisi keuangan global.
Menurut Analis Bank Woori Saudara, Rully Nova, pelemahan rupiah ini terkait erat dengan antisipasi terhadap rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal II-2024 Amerika Serikat. “Pasar sedang menunggu pengumuman data ekonomi AS yang diperkirakan akan memperlihatkan perlambatan pertumbuhan. Proyeksinya adalah ekonomi AS akan tumbuh sebesar 2,9 persen, turun sedikit dibandingkan dengan 3 persen pada kuartal sebelumnya,” jelas Rully saat dihubungi ANTARA di Jakarta.
baca juga: Tren dan Inovasi Pasar Pelapis Semprot Plasma Global
Dampak Ekonomi Global
Data ekonomi AS yang ditunggu ini memegang peranan penting dalam menggerakkan pasar keuangan internasional, terutama mengingat peran AS sebagai salah satu penggerak utama ekonomi dunia. Perlambatan pertumbuhan ekonomi AS bisa berdampak langsung pada pergerakan nilai tukar berbagai mata uang, termasuk rupiah, mengingat ketergantungan global pada kondisi pasar AS.
Sementara itu, dari sisi domestik, minimnya sentimen positif juga turut berperan dalam pelemahan rupiah. Saat ini, pasar domestik lebih banyak menunggu data inflasi Indonesia yang akan dirilis pada awal Oktober 2024, yang dapat memberikan gambaran lebih jelas tentang stabilitas ekonomi dalam negeri.
“Kami belum melihat sentimen besar yang dapat mendukung penguatan rupiah saat ini, baik dari sisi kebijakan moneter maupun dari sektor riil. Pasar lebih banyak bersifat wait and see, menunggu perkembangan eksternal, terutama dari Amerika Serikat,” tambah Rully.
Penurunan JISDOR
Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) yang dirilis oleh Bank Indonesia pada hari yang sama juga menunjukkan penurunan, tercatat pada level Rp15.171 per dolar AS, lebih rendah dibandingkan posisi sebelumnya sebesar Rp15.092 per dolar AS.
Para analis memperkirakan, pergerakan nilai tukar rupiah akan terus dipengaruhi oleh perkembangan global, khususnya terkait kebijakan ekonomi AS. Sebagai negara dengan ekonomi besar, kebijakan moneter dan fiskal AS sering kali menjadi penentu arah pergerakan pasar global, termasuk nilai tukar mata uang negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Tantangan ke Depan
Meskipun saat ini belum ada tekanan besar dari sisi domestik, risiko eksternal tetap menjadi tantangan bagi rupiah. Selain menunggu data inflasi domestik, pasar juga akan terus mengawasi langkah-langkah kebijakan yang diambil oleh Bank Indonesia dalam menghadapi volatilitas nilai tukar. Hingga akhir tahun, fluktuasi nilai tukar rupiah diperkirakan masih akan terjadi, terutama jika kondisi eksternal, seperti inflasi global dan kebijakan suku bunga, berubah secara signifikan.
Pelemahan rupiah ini menjadi catatan bagi pelaku pasar untuk lebih waspada terhadap sentimen global yang terus berkembang. Meski demikian, langkah-langkah kebijakan dari otoritas moneter dan fiskal dalam negeri diharapkan dapat memberikan stabilitas bagi perekonomian domestik.