Jakarta, CNN Indonesia — Nilai tukar rupiah dibuka di posisi Rp15.122 per dolar AS pada perdagangan Senin (30/9). Posisi ini menunjukkan penguatan sebesar 4 poin atau minus 0,02 persen dari perdagangan sebelumnya yang berada di level Rp15.126 per dolar AS. Penguatan ini terjadi seiring dengan tren positif yang juga dialami oleh sebagian besar mata uang di kawasan Asia.
Penguatan rupiah dan mata uang Asia lainnya didorong oleh melemahnya data inflasi Personal Consumption Expenditures (PCE) dari Amerika Serikat (AS), yang dilaporkan lebih rendah dari perkiraan pasar. Data tersebut mendorong sentimen positif di pasar, dengan harapan bahwa Bank Sentral AS, Federal Reserve (The Fed), akan menahan diri dari kenaikan suku bunga lebih lanjut.
Penguatan Mata Uang Asia
Tidak hanya rupiah, mata uang lain di kawasan Asia juga mengalami penguatan pada pagi ini. Tercatat, won Korea Selatan menguat sebesar 0,23 persen terhadap dolar AS, sementara peso Filipina naik 0,04 persen. Baht Thailand turut menguat sebesar 0,10 persen, ringgit Malaysia mengalami lonjakan terbesar dengan penguatan sebesar 0,53 persen, dan dolar Singapura turut mencatatkan penguatan tipis sebesar 0,01 persen.
Di sisi lain, tidak semua mata uang Asia bergerak ke arah yang sama. Yuan China mengalami pelemahan sebesar 0,06 persen, sementara yen Jepang terpantau melemah sebesar 0,11 persen. Dolar Hong Kong juga mencatatkan sedikit pelemahan sebesar 0,02 persen.
baca juga: Wawasan Masa Depan tentang Pasar Sistem Suspensi Otomotif
Pergerakan Mata Uang di Negara-Negara Maju
Di pasar mata uang negara-negara maju, pergerakan mata uang terlihat bervariasi. Poundsterling Inggris mengalami penguatan sebesar 0,05 persen terhadap dolar AS. Mata uang dolar Australia bahkan mencatatkan penguatan yang cukup signifikan sebesar 0,29 persen, diikuti oleh dolar Kanada yang naik 0,01 persen.
Namun, tidak semua mata uang negara maju mencatatkan hasil positif. Euro Eropa terpantau melemah sebesar 0,02 persen, dan franc Swiss mengalami penurunan nilai sebesar 0,05 persen.
Faktor Penguatan Rupiah
Analis pasar uang dari PT Anugerah Mega Investama, Lukman Leong, menjelaskan bahwa penguatan rupiah ini sebagian besar dipengaruhi oleh data inflasi PCE AS yang lebih lemah dari ekspektasi. “Data inflasi PCE yang lebih rendah dari perkiraan ini memberikan sinyal bahwa tekanan inflasi di AS mulai mereda, sehingga ada harapan bahwa The Fed akan lebih berhati-hati dalam menaikkan suku bunga di masa mendatang,” ujarnya.
Meski demikian, Leong menambahkan bahwa penguatan rupiah kemungkinan akan terbatas. Ini disebabkan oleh meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah, khususnya terkait eskalasi konflik yang dapat mempengaruhi sentimen risiko global. “Meningkatnya risiko geopolitik dapat memberikan tekanan terhadap aset berisiko, termasuk mata uang di negara berkembang seperti Indonesia,” tambahnya.
Sentimen Global dan Dampaknya Terhadap Rupiah
Selain pengaruh data inflasi AS, pergerakan mata uang di pasar global juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global lainnya. Di tengah ketidakpastian ekonomi global yang dipicu oleh berbagai faktor, termasuk ketegangan geopolitik dan kondisi ekonomi di negara-negara besar, pasar keuangan global cenderung bergejolak.
Meskipun demikian, pasar Asia secara umum terlihat cukup tangguh dalam menghadapi gejolak tersebut. Ini terutama terlihat dari penguatan yang terjadi pada sebagian besar mata uang di kawasan Asia pada awal pekan ini.
Investor global juga tampaknya masih menunggu kepastian lebih lanjut terkait kebijakan moneter di AS. Keputusan suku bunga The Fed pada pertemuan mendatang diprediksi akan sangat dipengaruhi oleh data ekonomi terbaru dari AS, termasuk data inflasi, tenaga kerja, dan pertumbuhan ekonomi.
Prospek Rupiah di Tengah Ketidakpastian Global
Dengan data inflasi PCE AS yang lebih rendah dari perkiraan, ekspektasi pasar terhadap kenaikan suku bunga The Fed mulai menurun. Hal ini membawa dampak positif bagi pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Pasar uang di kawasan Asia, termasuk Indonesia, cenderung mendapat dukungan dari sentimen global yang lebih tenang.
Namun, risiko geopolitik di Timur Tengah tetap menjadi perhatian utama bagi para pelaku pasar. Konflik yang terus meningkat di kawasan tersebut berpotensi menekan pasar keuangan global dan memicu volatilitas yang lebih tinggi.
Dalam jangka pendek, pergerakan rupiah masih akan sangat dipengaruhi oleh sentimen global, terutama terkait dengan perkembangan ekonomi di AS dan ketegangan geopolitik di kawasan-kawasan kunci dunia. Pasar masih menunggu perkembangan lebih lanjut untuk menilai apakah penguatan yang terjadi pada rupiah ini dapat berlanjut atau tidak.
Kesimpulan
Pada Senin pagi ini, rupiah berhasil menguat tipis ke posisi Rp15.122 per dolar AS, mengikuti tren positif yang terjadi di pasar mata uang Asia. Meskipun data inflasi PCE AS yang lebih rendah memberikan dorongan positif bagi rupiah, ketegangan geopolitik di Timur Tengah dapat menjadi faktor yang membatasi penguatan mata uang Garuda dalam beberapa waktu ke depan.
Pergerakan pasar uang akan terus dipantau oleh para pelaku pasar, dengan fokus pada perkembangan ekonomi global dan kebijakan moneter di negara-negara maju yang berpotensi mempengaruhi pergerakan rupiah dan mata uang lainnya di kawasan Asia.