• Jum. Okt 4th, 2024

Rupiah Ditutup Menguat ke Level Rp15.125/USD Menjelang Akhir Pekan

Rupiah Ditutup Menguat ke Level Rp15.125/USD Menjelang Akhir Pekan

Jakarta (27/09/2024) – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) kembali menguat pada penutupan perdagangan Jumat, 27 September 2024, menjelang akhir pekan. Penguatan ini terjadi setelah sebelumnya rupiah sempat melemah pada perdagangan hari Kamis. Mengutip data dari Bloomberg, mata uang Garuda ditutup pada level Rp15.125 per USD, mengalami penguatan sebesar 40 poin atau 0,26 persen dari posisi Rp15.165 per USD pada penutupan perdagangan sebelumnya.

Faktor Penguatan Rupiah

Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi menyatakan bahwa penguatan rupiah ini didorong oleh berbagai faktor eksternal dan internal yang memengaruhi pergerakan pasar. “Penguatan ini dipengaruhi oleh sentimen global dan domestik, termasuk data ekonomi Amerika Serikat dan perkembangan kebijakan dari bank sentral,” ujar Ibrahim dalam analisis hariannya.

Menurutnya, penguatan rupiah pada perdagangan Senin pekan depan diperkirakan masih akan berlanjut. Ibrahim memproyeksikan rupiah akan bergerak fluktuatif, tetapi dengan kecenderungan ditutup menguat di kisaran Rp15.030 hingga Rp15.140 per USD.

Sentimen Eksternal dari Amerika Serikat

Salah satu faktor yang mempengaruhi pergerakan rupiah adalah sentimen eksternal dari Amerika Serikat. Data ekonomi AS yang dirilis baru-baru ini menunjukkan klaim pengangguran mingguan di AS mengalami penurunan sebesar 4.000, sehingga total klaim mencapai 218.000, angka terendah dalam empat bulan terakhir. Angka ini lebih baik dibandingkan perkiraan para ekonom yang disurvei oleh Reuters, yang sebelumnya memproyeksikan klaim pengangguran mencapai 225.000.

baca juga: Revolusi Pasar Ceria-Zirkonia (2024 – 2031)

Selain itu, laporan lain juga menunjukkan bahwa laba perusahaan-perusahaan AS meningkat lebih cepat dari yang diperkirakan pada kuartal kedua tahun ini. Produk domestik bruto (PDB) AS tumbuh sebesar tiga persen, sesuai dengan perkiraan awal. Angka ini mencerminkan stabilitas perekonomian AS yang memberikan dampak terhadap penguatan dolar, meskipun di sisi lain, ada peningkatan pesanan baru untuk barang modal utama di AS yang tak terduga pada bulan Agustus.

Kebijakan The Fed dan Harapan Pemangkasan Suku Bunga

Pasar juga sepenuhnya mengantisipasi bahwa Federal Reserve (The Fed) AS akan menurunkan suku bunga pada pertemuan kebijakan moneter yang dijadwalkan pada 6-7 November 2024. Berdasarkan data dari Alat FedWatch CME Group, terdapat peluang 51,3 persen bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin. Selain itu, ada peluang sekitar 50 persen bahwa pemangkasan suku bunga akan mencapai setengah poin persentase, mencerminkan ekspektasi pasar terhadap kebijakan moneter yang lebih akomodatif.

Beberapa pejabat Federal Reserve telah memberikan pidato pada Kamis, namun tidak ada yang secara spesifik menyinggung kebijakan suku bunga. Ketua The Fed, Jerome Powell, juga enggan memberikan komentar lebih lanjut terkait arah kebijakan moneter yang akan diambil.

Kebijakan Moneter dari Tiongkok

Dari sisi eksternal lainnya, kebijakan moneter dari Bank Sentral Tiongkok juga memberikan sentimen positif terhadap pergerakan rupiah. Pada hari Jumat, Bank Sentral Tiongkok kembali menurunkan suku bunga dan menyuntikkan likuiditas ke dalam sistem perbankan Tiongkok. Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya Beijing untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi dan mengatasi tekanan deflasi yang mulai dirasakan di negara tersebut.

Dengan target pertumbuhan ekonomi sekitar lima persen pada tahun ini, pemerintah Tiongkok terus meningkatkan stimulus fiskal dan moneter. Diperkirakan, langkah-langkah tambahan akan diumumkan sebelum libur nasional Tiongkok yang dimulai pada 1 Oktober. Kebijakan ini diharapkan dapat mempercepat pemulihan ekonomi Tiongkok dan mendorong permintaan global, termasuk terhadap komoditas ekspor Indonesia.

Sentimen Positif dari Dalam Negeri

Selain faktor eksternal, sentimen positif dari dalam negeri juga memberikan dukungan terhadap penguatan rupiah. Dalam beberapa pekan terakhir, pemerintah Indonesia telah melakukan sejumlah langkah strategis untuk menjaga stabilitas makroekonomi, termasuk menjaga inflasi tetap terkendali dan meningkatkan cadangan devisa negara.

Menurut Ibrahim, kebijakan pemerintah dalam menjaga stabilitas harga pangan dan menekan laju inflasi menjadi salah satu faktor yang turut memperkuat posisi rupiah di pasar valuta asing. “Kebijakan moneter dan fiskal yang tepat di dalam negeri juga turut mendukung penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS,” jelasnya.

Selain itu, Bank Indonesia terus melakukan intervensi di pasar keuangan untuk menjaga kestabilan nilai tukar. Langkah ini dinilai berhasil meredam fluktuasi nilai tukar yang terlalu tajam, terutama di tengah ketidakpastian global.

Tantangan yang Masih Menghantui

Meski demikian, Ibrahim juga memperingatkan bahwa tantangan eksternal masih bisa memengaruhi pergerakan rupiah ke depan. Salah satunya adalah ketidakpastian terkait kebijakan suku bunga The Fed. Jika The Fed memutuskan untuk menunda penurunan suku bunga atau bahkan menaikkannya kembali, maka tekanan terhadap rupiah bisa kembali meningkat.

Selain itu, perkembangan ekonomi global yang tidak menentu, terutama terkait ketegangan geopolitik dan potensi perlambatan ekonomi di beberapa negara besar, juga bisa mempengaruhi aliran modal asing ke negara berkembang, termasuk Indonesia. “Kita perlu tetap waspada terhadap dinamika global yang cepat berubah,” tambah Ibrahim.

Dengan adanya berbagai faktor eksternal dan internal tersebut, para pelaku pasar diharapkan untuk tetap memantau perkembangan lebih lanjut, terutama terkait kebijakan ekonomi yang diambil oleh pemerintah dan bank sentral baik di dalam maupun luar negeri.