Brussels – Presiden Rusia, Vladimir Putin, baru-baru ini mengeluarkan perintah untuk mengubah doktrin nuklir Rusia, sebuah langkah yang memungkinkan Moskow untuk menggunakan senjata nuklir sebagai respons terhadap serangan musuh. Langkah ini mendapat respons tajam dari NATO, dengan Sekretaris Jenderal Jens Stoltenberg menyebut retorika Rusia sebagai “sembrono” namun menyatakan bahwa aliansi tersebut tidak terlalu khawatir terkait pembaruan doktrin nuklir Moskow.
Perubahan doktrin ini diumumkan setelah Putin menyatakan bahwa Rusia menghadapi ancaman baru dari Barat, terutama dalam konteks perang proksi yang berlangsung di Ukraina. Keputusan tersebut dipandang oleh banyak pihak sebagai sinyal peringatan keras bagi Amerika Serikat (AS) dan sekutunya di NATO mengenai “garis merah” yang mungkin dilintasi dalam mendukung Ukraina.
Perubahan Doktrin Nuklir
Perintah Putin untuk mengubah doktrin nuklir Rusia bertujuan untuk memungkinkan penggunaan senjata nuklir dalam situasi yang dianggap sebagai ancaman eksistensial bagi negara tersebut. Sebelumnya, penggunaan senjata nuklir oleh Rusia hanya diperbolehkan dalam skenario ketika integritas teritorial Rusia terancam. Namun, perubahan ini memperluas situasi yang memungkinkan penggunaan senjata pemusnah massal tersebut, termasuk dalam kasus serangan besar-besaran yang mungkin terjadi terhadap sekutu penting Rusia atau wilayah-wilayah vital yang dianggap krusial.
Putin menyatakan bahwa ancaman dari Barat, terutama dalam bentuk dukungan militer kepada Ukraina, semakin mendekati level yang tidak bisa diterima. Ia menegaskan bahwa Rusia perlu mengamankan pertahanan nasional dengan cara yang lebih tegas, termasuk penggunaan senjata nuklir bila diperlukan. Namun, belum ada indikasi bahwa Rusia secara aktif mempersiapkan senjata nuklir untuk digunakan dalam waktu dekat.
Respons NATO
Dalam wawancara eksklusif dengan Reuters, Sekjen NATO Jens Stoltenberg mengatakan bahwa NATO belum mendeteksi perubahan signifikan dalam postur nuklir Rusia yang memerlukan respons langsung dari pihak aliansi. Meskipun demikian, Stoltenberg menyebut retorika nuklir yang terus berulang dari Rusia sebagai hal yang “sembrono” dan “berbahaya,” tetapi menegaskan bahwa hal ini konsisten dengan pola komunikasi Rusia sebelumnya.
“Kita telah melihat pola retorika dan pesan nuklir Rusia yang sembrono, dan langkah ini sesuai dengan pola tersebut,” ujar Stoltenberg, Senin (30/9/2024), dari markas besar NATO di Brussels. “NATO tidak akan terpengaruh oleh retorika semacam ini dan akan terus mendukung Ukraina dengan berbagai cara, termasuk pengiriman senjata baru yang diperlukan.”
Stoltenberg menambahkan bahwa setiap kali NATO meningkatkan dukungan militernya kepada Ukraina, baik itu berupa tank tempur, sistem pertahanan jarak jauh, atau bahkan pesawat tempur F-16, Rusia selalu merespons dengan mencoba mengintimidasi aliansi dan anggotanya. “Namun, hingga saat ini, kami tidak terhalang oleh pesan-pesan tersebut, dan pembaruan doktrin nuklir tidak boleh menjadi alasan untuk mengurangi dukungan kepada Ukraina,” tegas Stoltenberg.
Pergeseran Kepemimpinan NATO
Wawancara tersebut menandai salah satu pernyataan terakhir Stoltenberg sebagai Sekjen NATO, karena ia akan digantikan oleh mantan Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte, pada Selasa (1/10/2024). Rutte akan menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan persatuan NATO di tengah-tengah krisis yang berlangsung di Ukraina dan ketegangan yang terus meningkat dengan Rusia.
Meskipun Stoltenberg menyadari bahwa tidak ada “peluru ajaib” yang bisa secara langsung mengubah dinamika di medan perang Ukraina, ia menekankan bahwa dukungan dari negara-negara Barat tetap menjadi kunci dalam memperkuat pertahanan Ukraina dan memberikan tekanan lebih lanjut kepada Rusia.
“NATO tidak dapat mengubah pikiran Putin tentang Ukraina,” ujarnya, menambahkan bahwa aliansi tersebut akan tetap berada di belakang Ukraina, baik melalui bantuan militer maupun diplomatik, selama negara itu terus menghadapi agresi dari Rusia.
Ancaman Eskalasi di Ukraina
Di tengah ketegangan yang terus meningkat, Ukraina terus menerima dukungan dari negara-negara Barat, baik dalam bentuk bantuan ekonomi maupun persenjataan. Namun, ancaman penggunaan senjata nuklir oleh Rusia telah menambah kekhawatiran internasional akan kemungkinan eskalasi yang lebih besar di kawasan tersebut.
Meskipun NATO menegaskan bahwa pihaknya tidak melihat adanya perubahan signifikan dalam postur nuklir Rusia, pernyataan Putin mengenai doktrin nuklir telah membuat banyak negara memantau situasi dengan lebih seksama. Penggunaan senjata nuklir, bahkan dalam skenario terbatas, akan berdampak sangat besar tidak hanya bagi Ukraina, tetapi juga bagi seluruh keamanan global.
Para analis militer berpendapat bahwa meskipun retorika nuklir Rusia mungkin bertujuan untuk menggertak, ancaman tersebut harus tetap dianggap serius. Penggunaan senjata nuklir oleh Rusia, meskipun dalam skala terbatas, bisa mengubah jalannya konflik dan menarik lebih banyak negara ke dalam lingkup peperangan.