Puluhan pengungsi Rohingya yang diselamatkan setelah kapal mereka terbalik di pantai barat terluar Indonesia pekan lalu telah dipindahkan dari tempat penampungan sementara mereka karena protes dari warga lokal, seorang pejabat agensi pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan pada hari Rabu.
Etnis Rohingya yang mayoritas beragama Islam ini mengalami persekusi berat di Myanmar, dan ribuan dari mereka mengambil risiko hidup mereka setiap tahun dalam perjalanan laut panjang dan mahal untuk mencoba mencapai Malaysia atau Indonesia.
Namun, kedatangan pengungsi telah memicu kemarahan di provinsi Aceh Indonesia, di mana beberapa warga lokal telah mendorong perahu yang membawa Rohingya kembali ke laut atau mencoba menyerbu tempat penampungan sementara mereka dalam beberapa bulan terakhir.
Para penyintas dari kapal yang terbalik pekan lalu dipindahkan ke kantor kepala pemerintahan lokal di Aceh Barat, seorang asosiasi perlindungan UNHCR, Faisal Rahman, memberitahu AFP.
“Mereka dipindahkan ke halaman belakang kantor bupati,” katanya.
Pihak berwenang pada Kamis lalu menyelamatkan 69 pengungsi Rohingya yang ditemukan setelah berpegangan pada lambung kapal terbalik mereka selama lebih dari sehari. Enam lainnya diselamatkan oleh nelayan sehari sebelumnya.
Setidaknya 11 Rohingya ditemukan meninggal di laut setelah pencarian dihentikan pada hari Jumat, meskipun beberapa penyintas mengatakan lebih dari 150 orang telah berada di atas kapal ketika itu terbalik.
Para penyintas diberikan tempat penampungan di gedung Palang Merah tua di kabupaten Aceh Barat, namun puluhan warga lokal menyerbu fasilitas tersebut pada hari Selasa untuk menuntut pengusiran mereka, memaksa pihak berwenang memindahkan kelompok 75 pengungsi tersebut.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Lalu Muhamad Iqbal, memberitahu AFP pada hari Rabu bahwa Jakarta memberikan tempat penampungan sementara bagi Rohingya atas alasan kemanusiaan namun PBB dan negara-negara yang menandatangani Konvensi Pengungsi PBB berkewajiban “untuk memberikan tempat penampungan permanen”.
Indonesia bukan penandatangan konvensi tersebut.
Dari pertengahan November hingga akhir Januari, 1.752 pengungsi Rohingya mendarat di pantai Indonesia, menurut UNHCR, yang mengatakan itu adalah kedatangan terbesar sejak tahun 2015.
Beberapa warga Aceh memprotes terhadap mereka yang mencapai daratan.
Pada bulan Desember, ratusan mahasiswa memaksa pemindahan lebih dari seratus pengungsi Rohingya, menyerbu aula fungsi tempat mereka berlindung dan menendang barang-barang mereka.
Dalam insiden lain, barisan polisi menghentikan warga lokal dari menyerbu tempat penampungan Rohingya di pulau Sabang Aceh.
Banyak warga Aceh bersimpati terhadap penderitaan saudara-saudara Muslim mereka.
Namun, yang lain mengatakan kesabaran mereka telah diuji, menuduh Rohingya melakukan perilaku anti-sosial.