Jakarta — Nilai tukar rupiah kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari Kamis, 3 Oktober 2024. Berdasarkan data terbaru dari Bloomberg, rupiah ditutup turun 0,41% atau melemah 62 poin ke posisi Rp15.268 per dolar AS pada penutupan perdagangan Rabu, 2 Oktober 2024.
Pelemahan ini diprediksi akan terus berlanjut, dengan nilai tukar rupiah kemungkinan bergerak fluktuatif namun berpotensi ditutup melemah di kisaran Rp15.250 hingga Rp15.320 per dolar AS pada perdagangan hari ini, Kamis (3/10/2024).
Faktor Global Pengaruhi Pelemahan Rupiah
Menurut Ibrahim Assuaibi, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, pelemahan rupiah kali ini disebabkan oleh dua faktor utama di tingkat global, yakni ketegangan geopolitik antara Iran dan Israel, serta data ekonomi Amerika Serikat yang akan segera dirilis.
“Iran-Israel berkonflik, dengan Iran menembakkan lebih dari 180 rudal balistik ke Israel sebagai aksi balasan terhadap serangan Israel ke Hizbullah, sekutu Iran di Lebanon,” ujar Ibrahim. Ketegangan ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi perang yang lebih luas di Timur Tengah, yang kemudian mempengaruhi sentimen pasar global.
Ibrahim juga menjelaskan bahwa data ekonomi AS, khususnya laporan penggajian swasta (private payroll), menjadi fokus pasar pada minggu ini. Data tersebut akan dirilis pada Rabu (3/10/2024) waktu setempat, dan hasilnya diperkirakan akan memberikan gambaran mengenai kekuatan ekonomi AS, yang turut memengaruhi nilai tukar mata uang global, termasuk rupiah.
Dolar AS Melemah Tipis, Mata Uang Asia Bergerak Variatif
Sementara itu, dolar AS terpantau melemah tipis sebesar 0,01% ke posisi 100,917 pada penutupan perdagangan hari Rabu. Mata uang di kawasan Asia bergerak bervariasi terhadap dolar AS. Beberapa mata uang mengalami pelemahan, termasuk yen Jepang yang melemah 0,29%, rupee India turun 0,02%, ringgit Malaysia melemah 0,26%, dolar Taiwan turun 0,63%, peso Filipina turun 0,01%, baht Thailand turun 0,53%, dan yuan China melemah 0,11%.
Di sisi lain, sejumlah mata uang Asia lainnya justru menguat. Won Korea tercatat naik 0,55%, dolar Singapura menguat sebesar 0,02%, dan dolar Hong Kong mencatatkan kenaikan 0,08%.
Dampak Eksternal: Ketegangan di Timur Tengah dan Konflik Internal AS
Ketegangan di Timur Tengah antara Iran dan Israel tidak hanya berdampak pada nilai tukar rupiah, tetapi juga mengguncang pasar keuangan global. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, bersumpah bahwa Iran akan menanggung konsekuensi atas serangan rudal yang diluncurkannya ke Israel. Di sisi lain, Iran memperingatkan bahwa setiap aksi balasan dari Israel akan dibalas dengan serangan yang lebih besar.
Di Amerika Serikat, selain menunggu data penggajian swasta, pasar juga terpengaruh oleh mogok besar pekerja dermaga di Pantai Timur dan Gulf Coast AS, yang terjadi untuk pertama kalinya dalam 50 tahun terakhir. Aksi mogok ini menghentikan hampir setengah dari pengiriman laut AS, yang tentu saja mempengaruhi perdagangan global dan turut menambah tekanan pada nilai tukar rupiah.
Pasar Menanti Sikap Pemerintah AS
Di tengah ketidakpastian global, Presiden AS Joe Biden menyatakan dukungan penuh terhadap Israel, sekutu lamanya, dan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dijadwalkan mengadakan pertemuan darurat membahas situasi di Timur Tengah. Dukungan AS terhadap Israel ini diyakini akan memperpanjang ketegangan di kawasan, yang dapat memicu volatilitas lebih lanjut di pasar keuangan global.
Selain itu, dalam perdebatan politik AS, Senator JD Vance, yang merupakan pilihan dari Partai Republik dan didukung oleh mantan Presiden Donald Trump sebagai calon wakil presiden, berhadapan langsung dengan Gubernur Minnesota, Tim Walz, yang ditunjuk oleh Wakil Presiden Kamala Harris dari Partai Demokrat untuk mendampingi dalam pilpres mendatang. Namun, perdebatan ini tidak mendapat tanggapan signifikan dari pasar keuangan.
Prospek Rupiah di Tengah Ketidakpastian
Meskipun terdapat sentimen negatif dari luar negeri, Ibrahim Assuaibi menegaskan bahwa pelemahan rupiah masih dalam batas wajar dan merupakan respons terhadap dinamika global. “Rupiah bergerak dalam rentang yang sudah diprediksi, dan fluktuasi ini merupakan reaksi terhadap perkembangan internasional, baik dari segi geopolitik maupun ekonomi,” jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan tetap menjaga stabilitas rupiah dengan kebijakan intervensi di pasar valas jika diperlukan. Langkah-langkah kebijakan moneter dari BI dan kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang masih kuat menjadi penopang stabilitas nilai tukar rupiah di jangka panjang.
Kesimpulan
Dengan berbagai sentimen negatif yang datang dari luar negeri, mulai dari konflik Iran-Israel hingga data ekonomi AS yang ditunggu-tunggu, nilai tukar rupiah diproyeksikan masih akan terus berfluktuasi dalam beberapa hari ke depan. Kendati demikian, langkah-langkah mitigasi dari Bank Indonesia diyakini akan menjaga stabilitas rupiah dalam jangka menengah hingga panjang.
Nilai tukar yang bergerak di kisaran Rp15.250 hingga Rp15.320 per dolar AS pada perdagangan Kamis (3/10/2024) menjadi bukti bahwa volatilitas mata uang masih tinggi, dan perkembangan global, baik dari segi geopolitik maupun ekonomi, akan menjadi faktor penting yang mempengaruhi pergerakan rupiah selanjutnya.