Jakarta, Rabu (23/10/2024) – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diprediksi bergerak fluktuatif pada perdagangan hari ini, namun diperkirakan akan ditutup menguat di rentang Rp15.500 – Rp15.580 per dolar AS. Pergerakan rupiah saat ini didorong oleh berbagai faktor, baik eksternal maupun internal, mulai dari sentimen pemangkasan suku bunga oleh The Fed hingga target ambisius pertumbuhan ekonomi 8% yang dicanangkan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Pada perdagangan Selasa (22/10/2024), rupiah tercatat melemah sebesar 63,50 poin atau 0,41% dan ditutup di level Rp15.567 per dolar AS. Melemahnya rupiah kemarin sejalan dengan penurunan Indeks Dolar sebesar 0,15%, yang berada di posisi 103,85. Namun, sejumlah analis memperkirakan bahwa pada hari ini, rupiah akan berbalik menguat, terutama karena ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed), yang memengaruhi dinamika pasar global.
Sentimen Global: Suku Bunga The Fed dan Pemilu AS
Ibrahim Assuaibi, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, menjelaskan bahwa data ekonomi AS yang positif belakangan ini menyebabkan investor mulai meredam ekspektasi terkait besaran dan kecepatan pemangkasan suku bunga oleh The Fed. “Pasar saat ini memperkirakan peluang sebesar 87% untuk pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan The Fed bulan November 2024, dengan kemungkinan sebesar 13% bahwa suku bunga akan tetap stabil,” ungkap Ibrahim.
baca juga: Pasar Integrasi Data: Menyatukan Data untuk Pertumbuhan Era Digital
Di sisi lain, ketidakpastian pasar juga dipicu oleh semakin dekatnya pemilihan umum AS pada 5 November mendatang. Kemenangan kandidat Donald Trump, misalnya, diprediksi dapat memicu ketegangan perdagangan internasional, terutama melalui potensi pemberlakuan tarif yang akan memengaruhi hubungan dagang AS dengan beberapa mitra penting seperti Kanada, Meksiko, dan China.
Dampak Kebijakan Ekonomi Domestik
Di dalam negeri, agenda besar yang menjadi fokus adalah janji Presiden Prabowo Subianto untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 8%, dengan tujuan untuk membawa negara keluar dari jebakan kelas menengah (middle income trap). Meskipun demikian, para analis menilai bahwa target tersebut tidak mudah dicapai, terutama di tengah tantangan struktural ekonomi dan ketidakpastian global.
Ibrahim menambahkan, keberhasilan mencapai target pertumbuhan ekonomi ini juga bergantung pada efektivitas kabinet Prabowo yang diisi oleh tim besar, yang dikenal sebagai “Kabinet Merah Putih”. “Selain faktor profesionalisme, kabinet ini juga dihuni oleh sejumlah besar menteri dari partai politik. Dari total 48 menteri yang dilantik, 24 di antaranya berasal dari parpol, dan dari 56 wakil menteri, 18 berasal dari kalangan politik,” jelasnya.
Meski demikian, optimisme masih ada, terutama jika pemerintah mampu menjaga stabilitas politik dan ekonomi domestik, sekaligus menghadapi tantangan eksternal dengan kebijakan yang tepat.
Geopolitik: Ketegangan Timur Tengah dan Dampaknya
Di tengah ketidakpastian ekonomi global, konflik geopolitik juga turut menjadi sorotan utama. Ketegangan di Timur Tengah, khususnya konflik antara Israel dengan Hamas dan Hizbullah, serta potensi konfrontasi dengan Iran, telah meningkatkan risiko terhadap stabilitas pasar keuangan global. Kondisi ini menambah lapisan kerumitan dalam memprediksi pergerakan mata uang, termasuk rupiah.
Ibrahim memperkirakan bahwa pergerakan rupiah pada hari ini akan cukup fluktuatif, namun diprediksi akan tetap ditutup menguat. “Dengan mempertimbangkan sentimen yang ada, rupiah diproyeksikan bergerak di kisaran Rp15.500 hingga Rp15.580 per dolar AS pada penutupan perdagangan hari ini,” ungkapnya.
Indeks Dolar dan Implikasinya Terhadap Rupiah
Dalam beberapa hari terakhir, penurunan indeks dolar AS juga turut memberikan ruang bagi penguatan mata uang negara berkembang, termasuk rupiah. Indeks dolar, yang mengukur nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama lainnya, mengalami pelemahan sebesar 0,15% pada Selasa (22/10/2024), yang turun ke posisi 103,85.
Pelemahan dolar ini dipengaruhi oleh ekspektasi pasar bahwa The Fed akan mulai memangkas suku bunganya pada akhir tahun 2024. Jika pemangkasan ini terealisasi, maka hal tersebut akan menurunkan imbal hasil obligasi AS, yang pada gilirannya dapat melemahkan daya tarik dolar AS sebagai safe haven, serta memberikan peluang bagi penguatan mata uang lainnya, termasuk rupiah.
Target Ekonomi 8% dan Tantangan yang Menghadang
Komitmen Presiden Prabowo Subianto untuk mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 8% menjadi salah satu kebijakan yang banyak dibicarakan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut diharapkan dapat menjadi solusi bagi Indonesia untuk keluar dari middle income trap, yaitu jebakan pendapatan menengah yang seringkali menghambat negara berkembang untuk mencapai status negara maju.
Namun, para pakar ekonomi melihat bahwa untuk mencapai target tersebut diperlukan reformasi struktural yang mendalam di berbagai sektor, mulai dari infrastruktur, pendidikan, hingga sektor finansial. Selain itu, ketergantungan Indonesia terhadap ekspor komoditas juga menjadi salah satu tantangan utama dalam menjaga pertumbuhan ekonomi yang stabil.
Dengan latar belakang ketidakpastian global dan dinamika politik domestik, nilai tukar rupiah diperkirakan akan tetap berfluktuasi dalam beberapa waktu ke depan. Meski begitu, terdapat optimisme bahwa dengan kebijakan yang tepat, rupiah dapat menguat di tengah tantangan yang ada, terutama jika pemerintah mampu menavigasi berbagai risiko ekonomi dan politik yang ada di kancah internasional maupun domestik.