• Sen. Des 9th, 2024

Nilai Tukar Rupiah Melemah Pasca Pelantikan Kabinet Presiden Prabowo: Faktor Kabinet Gemuk dan Sentimen Eksternal

Nilai Tukar Rupiah Melemah Pasca Pelantikan Kabinet Presiden Prabowo: Faktor Kabinet Gemuk dan Sentimen Eksternal

Jakarta, 23 Oktober 2024 – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat mengalami pelemahan dalam beberapa hari terakhir, tepat setelah pelantikan Kabinet Presiden Prabowo Subianto pada 21 Oktober 2024. Menurut beberapa analis pasar uang, faktor utama yang menyebabkan melemahnya nilai tukar rupiah adalah pengumuman kabinet baru yang dinilai terlalu besar, dengan jumlah 48 menteri.

Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Pasca Pelantikan

Setelah Prabowo resmi dilantik sebagai Presiden RI ke-8 pada hari Minggu, 21 Oktober 2024, rupiah dibuka dengan penguatan di level Rp15.455 per dolar AS pada perdagangan Senin, 22 Oktober. Namun, penguatan tersebut hanya sementara. Di penghujung hari, rupiah justru ditutup melemah ke level Rp15.503 per dolar AS, turun dari level penutupan sebelumnya di Rp15.481 per dolar AS.

baca juga: Pasar Komposit Otomotif: Solusi Ringan untuk Kendaraan Generasi Berikutnya

Pada perdagangan hari Selasa, 23 Oktober, rupiah kembali melemah secara signifikan. Penutupan hari tersebut mencatatkan penurunan sebesar 63,5 poin ke posisi Rp15.567 per dolar AS. Penurunan nilai tukar terus berlanjut hingga hari ini, Rabu, 23 Oktober 2024, ketika rupiah ditutup melemah 59,5 poin di level Rp15.626 per dolar AS.

Pengaruh Kabinet Gemuk terhadap Sentimen Pasar

Ibrahim Assuaibi, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, menjelaskan bahwa pasar pada awalnya mengantisipasi penguatan rupiah setelah pidato perdana Presiden Prabowo pasca pelantikannya. Namun, optimisme pasar tersebut merosot setelah diumumkannya komposisi kabinet baru yang dinilai terlalu besar.

“Memang kita lebih optimistis rupiah menguat pasca pidato Prabowo setelah dilantik,” ujar Ibrahim kepada Tempo. “Namun pada malam pengumuman, diumumkan bahwa kabinet terdiri dari 48 menteri, yang sebagian besar tidak dikenal oleh pasar. Hal ini kemudian berdampak pada penurunan sentimen positif yang sebelumnya ada.”

Para pelaku pasar tampaknya bereaksi negatif terhadap ukuran kabinet yang dianggap gemuk. Menurut Ibrahim, ketidakpastian terhadap beberapa sosok baru dalam kabinet menambah beban psikologis pada pasar, yang cenderung menantikan stabilitas dan kepastian dalam pemerintahan baru.

Pandangan Berbeda dari Analis Lain

Namun, tidak semua analis sependapat dengan pandangan tersebut. Lukman Leongarga, seorang analis mata uang dan komoditas, berpendapat bahwa pelemahan rupiah lebih disebabkan oleh penguatan dolar AS, yang didorong oleh serangkaian data ekonomi Amerika Serikat yang positif, khususnya di sektor ketenagakerjaan.

Lukman juga menyoroti bahwa penunjukan kembali Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan disambut positif oleh investor. “Investor merespons positif pengangkatan kembali Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan serta transisi pemerintahan yang berjalan mulus,” ujarnya. Meskipun demikian, ia menegaskan bahwa penguatan dolar AS telah memberikan tekanan lebih besar pada nilai tukar rupiah dalam beberapa hari terakhir.

Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah

Selain faktor internal terkait pembentukan kabinet, rupiah juga terpengaruh oleh sentimen eksternal. Ibrahim mencatat bahwa ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan ketidakpastian politik di Amerika Serikat menjelang pemilihan presiden pada 5 November 2024 turut membebani nilai tukar rupiah.

Ketegangan di Timur Tengah telah memicu kekhawatiran global tentang stabilitas ekonomi, terutama terkait dengan pasokan energi yang dapat mempengaruhi harga minyak global. Situasi ini memperburuk kondisi pasar yang sudah tidak stabil, yang pada akhirnya berimbas pada mata uang negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Di sisi lain, masalah ekonomi yang sedang dihadapi oleh Tiongkok juga berdampak negatif terhadap nilai tukar rupiah. Tiongkok, sebagai salah satu mitra dagang terbesar Indonesia, sedang menghadapi perlambatan ekonomi yang diprediksi akan terus berlanjut hingga akhir tahun ini. Perlambatan ekonomi ini berpotensi menurunkan permintaan terhadap komoditas ekspor Indonesia, yang pada gilirannya memberikan tekanan tambahan terhadap nilai tukar rupiah.

Penilaian Investor terhadap Kondisi Ekonomi dan Politik

Beberapa pengamat juga mencatat bahwa kondisi politik dalam negeri, meskipun stabil, belum sepenuhnya memberikan keyakinan kepada investor. Struktur kabinet baru yang terdiri dari banyak menteri memicu kekhawatiran bahwa hal ini dapat memperlambat proses pengambilan keputusan dalam kebijakan ekonomi.

“Kabinet yang besar ini memunculkan kekhawatiran bahwa pengambilan keputusan mungkin akan menjadi lebih lambat, terutama terkait kebijakan-kebijakan strategis yang diperlukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata seorang pengamat yang tidak ingin disebutkan namanya.

Namun, di sisi lain, ada harapan bahwa dengan kembalinya sosok-sosok berpengalaman seperti Sri Mulyani, ekonomi Indonesia dapat tetap stabil dalam jangka panjang. Kebijakan fiskal yang prudent dan kelanjutan program-program reformasi ekonomi diharapkan dapat memberikan dukungan bagi perekonomian di tengah ketidakpastian global.

Sementara

Nilai tukar rupiah saat ini berada dalam tekanan akibat kombinasi antara faktor internal dan eksternal. Komposisi kabinet yang dianggap gemuk oleh sebagian pelaku pasar, ditambah dengan ketidakpastian geopolitik dan ekonomi global, menjadi faktor dominan dalam pelemahan rupiah dalam beberapa hari terakhir.

Meskipun demikian, kembalinya beberapa figur penting dalam pemerintahan baru, seperti Sri Mulyani, memberikan secercah harapan bagi stabilitas ekonomi jangka panjang. Namun, tantangan eksternal, seperti ketidakpastian ekonomi global dan penguatan dolar AS, masih akan menjadi faktor penting yang perlu diwaspadai oleh para pelaku pasar