Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah Indonesia resmi menyatakan keinginan untuk bergabung menjadi anggota penuh BRICS (Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan). Langkah ini diumumkan oleh Menteri Luar Negeri Sugiono dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS Plus di Kazan, Rusia, pada Kamis (24/10/2024). Proses keanggotaan ini dipimpin langsung oleh Rusia, sebagai salah satu penggerak utama blok tersebut.
Dalam pernyataannya, Sugiono menjelaskan bahwa langkah Indonesia bergabung dengan BRICS merupakan manifestasi dari kebijakan luar negeri bebas aktif yang dijalankan pemerintah. “Bergabungnya Indonesia ke BRICS merupakan pengejawantahan politik luar negeri bebas aktif. Bukan berarti kita ikut kubu tertentu, melainkan kita berpartisipasi aktif di semua forum,” jelas Sugiono.
Sejalan dengan Prioritas Nasional
Sugiono menambahkan bahwa visi dan misi BRICS sejalan dengan prioritas kerja pemerintah Indonesia, termasuk upaya untuk memperkuat ketahanan pangan dan energi, pemberantasan kemiskinan, serta pengembangan sumber daya manusia. Program-program ini sejalan dengan agenda Kabinet Merah Putih, menjadikan BRICS sebagai platform strategis untuk menggalang kerja sama dengan negara-negara berkembang lainnya.
“Prioritas BRICS terkait ketahanan pangan, energi, dan pemberantasan kemiskinan sangat selaras dengan program kerja Kabinet Merah Putih,” kata Sugiono. Selain itu, kerja sama dengan negara-negara dalam BRICS diharapkan dapat meningkatkan posisi Indonesia di panggung global, terutama dalam membangun solidaritas di antara negara-negara di kawasan Global South.
Langkah Konkret Indonesia untuk BRICS
Dalam KTT tersebut, Sugiono menyampaikan tiga poin utama sebagai langkah konkret untuk memperkuat kerja sama dalam BRICS dan Global South. Poin pertama adalah penegakan hak atas pembangunan berkelanjutan. Ia menekankan pentingnya negara-negara berkembang mendapatkan ruang kebijakan yang cukup untuk mengimplementasikan program-program berkelanjutan. Pada saat yang sama, Sugiono menekankan agar negara-negara maju memenuhi komitmen yang telah mereka buat untuk mendukung pembangunan berkelanjutan di negara-negara berkembang.
Poin kedua adalah dukungan terhadap reformasi sistem multilateral agar lebih inklusif, representatif, dan sesuai dengan realitas saat ini. “Institusi internasional harus diperkuat dan memiliki sumber daya yang memadai untuk menjalankan mandatnya,” ucap Sugiono. Hal ini sejalan dengan upaya untuk memperkuat lembaga-lembaga global agar lebih responsif terhadap tantangan yang dihadapi negara-negara berkembang.
Poin terakhir yang disampaikan adalah peran BRICS sebagai kekuatan pemersatu untuk mempererat kerja sama negara-negara di Global South. Sugiono meyakini bahwa BRICS dapat menjadi platform yang relevan bagi negara-negara berkembang untuk saling mendukung dan berbagi pengalaman dalam menghadapi tantangan global.
“Kita lihat BRICS dapat menjadi kendaraan yang tepat untuk membahas dan memajukan kepentingan bersama Global South,” kata Sugiono. Meski demikian, Indonesia akan tetap menjaga keterlibatannya di forum-forum internasional lainnya, termasuk melanjutkan diskusi dengan negara-negara maju.
Status dan Potensi Keanggotaan Penuh BRICS
Indonesia saat ini telah diakui sebagai salah satu dari 13 negara mitra BRICS, yang memiliki hak partisipasi dalam beberapa agenda strategis BRICS namun belum memiliki komitmen penuh sebagai anggota. Selain Indonesia, negara-negara lain yang termasuk dalam status mitra BRICS adalah Aljazair, Belarus, Bolivia, Kuba, Kazakhstan, Malaysia, Nigeria, Thailand, Turki, Uganda, Uzbekistan, dan Vietnam.
Sebagai mitra BRICS, Indonesia dan negara-negara lain diharapkan dapat menguatkan kolaborasi dan kontribusi mereka dalam berbagai inisiatif yang diusung oleh BRICS. Meski demikian, status mitra ini berbeda dengan keanggotaan penuh, di mana hak dan tanggung jawab sebagai anggota penuh lebih terikat pada komitmen untuk berpartisipasi dalam seluruh agenda BRICS.
Blok BRICS sendiri merupakan kelompok informal yang awalnya terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, dan berfokus pada isu-isu ekonomi dan politik global. Berdiri sejak 2006, BRICS telah berkembang menjadi forum strategis untuk mempromosikan agenda negara-negara berkembang di kancah internasional. Pada 2023, keanggotaan BRICS diperluas dengan bergabungnya Ethiopia, Iran, Mesir, dan Uni Emirat Arab (UEA).
Indonesia dan Komitmen pada Kerja Sama Internasional
Sugiono menegaskan bahwa meskipun BRICS diharapkan menjadi wadah untuk memperjuangkan kepentingan negara berkembang, Indonesia akan tetap berkomitmen pada kebijakan luar negeri bebas aktif. Pemerintah Indonesia akan melanjutkan keterlibatan di berbagai forum global, baik di tingkat regional maupun internasional. “Kita juga melanjutkan keterlibatan atau engagement kita di forum-forum lain, sekaligus juga terus melanjutkan diskusi dengan negara maju,” jelas Sugiono.
Kehadiran Indonesia di BRICS diharapkan dapat membawa angin segar dalam dinamika politik dan ekonomi internasional, terutama dalam upaya memperjuangkan isu-isu yang relevan bagi negara-negara berkembang.