• Ming. Jul 13th, 2025

TikTok gagal dalam upayanya untuk menghentikan secara darurat undang-undang AS yang mengancam ‘divestasi atau larangan’.

ByWahyu Rahman

Des 14, 2024

**TikTok Gagal dalam Upayanya untuk Menghentikan Secara Darurat Undang-Undang AS yang Mengancam ‘Divestasi atau Larangan’**

TikTok, aplikasi video pendek yang dimiliki oleh perusahaan Cina ByteDance, kembali menjadi sorotan dunia. Dalam upaya untuk mencegah konsekuensi hukum yang merugikan, TikTok telah menghadapi tantangan besar di Amerika Serikat (AS) terkait undang-undang yang mengancam keberadaannya di negara ini, dengan memilih untuk mengajukan gugatan hukum guna menghentikan apa yang dianggapnya sebagai tindakan diskriminatif. Namun, nauk pelayaran tak selalu mulus, dan TikTok mengalami kegagalan dalam usaha tersebut.

Sejak beberapa tahun lalu, TikTok menjadi salah satu aplikasi yang paling diminati, terutama di kalangan generasi muda. Namun popularitasnya membawa sejumlah kekhawatiran terkait keamanan data dan privasi pengguna. Pihak berwenang di AS mengkhawatirkan bahwa data pengguna dapat jatuh ke tangan pemerintah Cina, yang memicu kekhawatiran tentang potensi penyalahgunaan. Dalam menyikapi masalah ini, pemerintah AS telah membuat langkah-langkah untuk memberlakukan undang-undang yang mengancam divestasi atau bahkan pelarangan aplikasi tersebut.

Sejarah hubungan antara AS dan Cina menjadi salah satu konteks penting dalam perdebatan ini. Ketegangan yang meningkat antara kedua negara, khususnya dalam aspek ekonomi dan teknologi, menciptakan latar belakang di mana TikTok beroperasi. Pada tahun 2020, mantan Presiden Donald Trump sempat mengeluarkan perintah eksekutif yang berusaha untuk melarang TikTok, dengan alasan keamanan nasional. Meskipun upaya tersebut tidak sepenuhnya berhasil, tantangan hukum yang muncul menjadikan situasi semakin kompleks.

Dalam upayanya untuk menghentikan efek dari undang-undang ini, TikTok mengajukan gugatan darurat ke pengadilan, tetapi sayangnya, pengadilan menolak untuk mengabulkan permohonan tersebut. Kini, nasib TikTok lebih tergantung kepada Mahkamah Agung AS atau keputusan yang mungkin diambil oleh Donald Trump. Penantian ini menciptakan ketidakpastian, tidak hanya bagi pengguna setia TikTok di AS, tetapi juga bagi investor dan pemangku kepentingan lainnya.

Ini bukan hanya masalah hukum semata, tetapi juga mencerminkan ketegangan geopolitik yang lebih luas. Dengan pesatnya pertumbuhan teknologi, negara-negara mulai menerapkan kebijakan yang lebih ketat terhadap aplikasi asing, dan TikTok menjadi simbol pertempuran besar dalam perang dingin digital. Masyarakat kini mempertanyakan bagaimana isu privasi dan keamanan harus dikelola dalam konteks globalisasi yang semakin mendalam.

Sementara itu, pengguna TikTok di seluruh dunia terus menggunakan aplikasi tersebut untuk berbagi kreativitas dan hiburan, menunjukkan bahwa dampak teknologi tidak selalu dapat dibendung oleh regulasi. Dengan segala tantangan yang dihadapi, TikTok tetap berkomitmen untuk beroperasi di AS, berharap untuk menemukan solusi yang dapat memuaskan semua pihak yang terlibat. Kini, perhatian tertuju pada langkah selanjutnya yang akan diambil baik oleh pengadilan maupun oleh para pemimpin politik, karena hasilnya bisa menentukan masa depan salah satu aplikasi terpopuler di dunia.